Pages

Jumat, 04 Januari 2013

Artikel; Upaya Menghilangkan Kesan Bahwa Matematika sulit

Upaya Menghilangkan Kesan bahwa Matematika adalah Sulit
ARTIKEL

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Masalah Pendidikan Matematika yang diampu oleh Drs.H. Karso, M.Pd.



disusun oleh :
Arum Rohmasari (0901963)
Astri jayanti (0900511)
Siti syahrotun (0904077)












JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012



Upaya Menghilangkan Kesan bahwa Matematika adalah Sulit
Lalu apakah yang membuat matematika itu terlihat sulit bagi mereka?
Sebelum membahas mengenai hal di atas, konon dahulu ada seorang ulama besar yang pernah mengatakan, mengapa seseorang takut untuk tidur bersama mayat satu malam saja, padahal mayat itu tidak akan bangun dan tidak akan mencekik dirinya? Rasa takut ini (yaitu takut bahwa mayat itu akan bangun dan mencekik orang yang berada di dekatnya) sebenarnya adalah rasa takut yang terbentuk dalam diri manusia. Karena sejak kecil ada sebuah keyakinan yang tidak benar dalam diri orang tersebut bahwa dia takut untuk sendirian di dekat mayat seseorang yang telah meninggal. Rasa takut ini, tentunya tidak terjadi begitu saja, tetapi boleh jadi orang tua, keluarga, bahkan lingkungan juga memiliki persepsi yang sama akan rasa takut ini.
Cerita di atas, adalah contoh bagaimana persepsi pemikiran seseorang membentuk rasa takut atas sesuatu. Padahal sesuatu itu tidak perlu ditakuti karena memang tidak akan membahayakan atau menyulitkan. Nah proses terjadinya rasa takut inilah yang menurut penulis terjadi pada diri siswa di Indonesia terhadap matematika. Mereka menyangka bahwa matematika itu sulit, padahal pada kenyataannya belum tentu demikian (meskipun bagi sebagian orang mungkin memang sulit) asalkan mereka mau mencoba mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
Ketika siswa sudah punya keyakinan dalam hati dan fikirannya bahwa matematika itu sulit, maka matematika akan benar-benar terasa sulit. Akibatnya mereka tidak hanya akan kesulitan dalam mempelajari matematika, tetapi juga akan mencoba membuat harapan yang rendah terhadap hasil tesnya (misalkan, kalau pelajaran matematika dapat nilai 6 juga sudah bagus). Belum lagi ditambah oleh pandangan dari orang tua, guru, bahkan lingkungan yang menyatakan bahwa matematika itu sulit. Akibatnya bagi mereka (para siswa) matematika akan benar-benar terasa sulit.
Hal senada diungkap oleh seorang ahli pendidikan barat yang menyatakan bahwa ada rasa takut akan matematika, rasa takut tersebut mendekam dalam pikiran (Buxton, 1984:1). Masih menurut Buxton, rasa takut ini terjadi dikarenakan adanya Mind in Chaos (Buxton, 1984:85), yaitu suatu kesan negatif yang dibiarkan terjadi sejak mereka masih kecil bahwa matematika itu sulit yang pada akhirnya menjadikan mereka sampai dewasa berfikiran bahwa matematika sulit dan menakutkan.
Lalu, ada juga yang beranggapan bahwa matematika itu terasa sulit dan menakutkan karena di pengaruhi beberapa faktor diataranya :
1.      Faktor internal:
a.      Minat – Matematika memang memiliki sesuatu yang berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Secara normal, ketika kita belajar matematika maka secara otomatis banyak sekali berinteraksi dengan angka-angka dibanding dengan kata. Nah, bagi anak yang tidak memiliki kecerdasan logic-mathematics hal ini merupakan sesuatu yang sangat membosankan sehingga mengurangi minat mereka untuk belajar. Sehingga dibutuhkan cara yang tepat supaya mereka tertarik untuk belajar terutama bidang studi matematika.
b.      Motivas yang lemah – Belajar Matemtika bukanlah sesuatu yang sulit seperti membuat roket, tetapi juga bukan sesuatu yang gampang seperti membalikan telapak tangan. Semudah-mudahnya, tetap saja dibutuhkan proses belajar untuk bisa menguasainya. Butuh waktu, butuh energi dan lain sebagainya untuk bisa menguasainya. Nah, sebagian siswa enggan melewati proses ini disebabkan oleh motivasi yang lemah.
c.       Kesadaran tentang pentingnya belajar matematika. Ini adalah sesuatu yang lazim. Ketika seseorang tidak memahami atau menyadari manfaat sesuatu, maka ia tidak akan terdorong untuk melakukan sesuatu tersebut.  Begitu juga pada saat belajar matematika. Jika mereka tidak menyadari akan manfaatnya, maka biasanya mereka juga tidak akan termotivasi untuk belajar matematika, sehingga untuk mengatasi masalah ini perlu diberikan penyadaran kepada setiap siswa akan pentingnya belajar matematika bagi kehidupan mereka kelak.
Dan masih banyak faktor-faktor internal yang lain yang membuat mereka takut dan kesulitan untuk belajar matematika. Sehingga menghambat mereka untuk bisa menguasai matematika dengan baik.
2.      Faktor eksternal:
a.      Guru yang kurang bersahabat. Ketika ditanya pada para siswa, mengapa mereka malas belajar matematika? sebagian besar dari mereka menjawabnya dengan enteng, Gurunya tidak enak..! Gurunya pemarah! membosankan!. Dan banyak alasan lain yang semuanya ditumpukan kepada guru. Penilaian mereka ini bisa saja benar dan bisa saja salah. Tetapi, terlepas benar atau salahnya penilaian mereka setidaknya ini perlu menjadi pertimbangan bagi kita untuk bisa menjadi guru yang menyenangkan pada saat menyampaikan materi pelajaran di kelas, terutama ketika belajar matematika.
b.      Metode penyampaian yang kurang tepat. Oleh karena itu, setiap siswa  memiliki  gaya belajar yang berbeda, maka perlu bagi setiap guru untuk menyajikan proses belajar matematika dengan cara yang tepat. Selain itu, setiap Guru juga perlu mengemas proses belajar matematika dengan baik. Perlu disajikan dengan cara yang mudah dan mereka sukai. Faktor ini juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mood para siswa dalam belajar matematika. Biasanya, jika metode yang kita gunakan menyenangkan, maka mereka juga akan senang untuk belajar termasuk belajar matematika.
c.       Kurangnya pemberian motivasi. Seperti yang kita tahu, motivasi belajar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil belajar matematika. Walaupun pendapat saya ini perlu dibuktikan dengan penelitian ilmiah.
d.      Kurangnya pemberian penyadaran bahwa belajar matematika itu penting bagi kehidupan setiap manusia. Hampir setiap sisi kehidupan kita selalu berhubungan dengan matematika. Ketika kita ingin membeli sesuatu, maka matematika punya peran disana. Atau kita ingin membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal kita, maka matematika juga punya tempat disana. Jadi, belajar matematika menjadi sangat penting bagi setiap kita karena seringkali ia kita butuhkan dalam setiap sisi kehidupan kita. Nah, hal ini perlu diangkat dalam proses pembelajaran matematika supaya tercipta kesadaran pada setiap siswa bahwa belajar matematika sangat penting bagi mereka dan sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka dimasa depan.
Lalu, bagaimanakah solusi dari setiap masalah diatas? Baik masalah yang bersumber dari diri pelajarnya sendiri maupun masalah yang berasal dari luar.
Banyak orang bilang belajar matematika itu sulit, membingungkan, bikin pusing kepala, pokoknya alasannya ada saja. Tapi tidak sedikit orang juga sukses belajar matematika bahkan mereka menjadi tokoh yang menginspirasi dunia. Ketika kita berbicara “Belajar Matematika”, kita sudah  mengenal  sejak usia dini. Pada saat TK, kita mulai dikenalkan dengan angka-angka dan perhitungan sangat sederhana yang tak lebih dari jumlah jari. Saat SD makin rumit, meningkat lagi  operasi pengurangan, penambahan, perkalian dan pembagian. Kemudian SMP, SMA bahkan sampai Kuliah menjadi beragam sekali.
Belajar matematika itu menyenangkan, Menurut Djamarah (2002), belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa akibat masuknya kesan-kesan yang baru sehingga membawa perubahan tingkah laku seseorang. Dengan demikian belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan Hudojo (1988:3) mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Hal tersebut berdampak pada terjadinya proses belajar matematika.
Belajar matematika itu menyenangkan merupakan salah satu aspek yang ingin diwujudkan melalui metode PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Agar proses belajar matematika dapat berlangsung menyenangkan, ada beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan atau persepsi negatif terhadap matematika yaitu:
1.      Pembelajaran matematika dikemas dengan berorientasi pada lingkungan sekitar. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah RME (Realistic Mathematic Education) yaitu dengan mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas peserta didik. Peserta didik diajak berpikir cara menyelesaikan masalah yang pernah dialaminya, misalnya tentang uang jajannya, jadwal keberangkatan kereta api, dan lain-lain.
2.      Pembelajaran di luar ruangan.
Pembelajaran di luar ruangan merupakan variasi strategi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan lingkungan sekitar secara langsung, sekaligus menggunakannya sebagai sumber belajar. Pilihlah topik yang sesuai, misalnya mengukur tinggi pohon, diameter pohon, panjang daun, menghitung jumlah kendaraan yang lewat dan lain sebagainya.
3.      Menuntaskan materi.
Ada keyakinan sebagian filosof dan pakar pendidikan bahwa “peserta didik lebih baik mempelajari sedikit materi sampai tuntas daripada belajar banyak namun dangkal”. Jadi, pendidik harus berupaya menuntaskan peserta didik dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya agar tidak terjadi miskonsepsi yang akan membelenggu peserta didik dalam belajar matematika.
4.      Belajar sambil bermain.
Bagi kebanyakan peserta didik, belajar matematika merupakan beban berat dan membosankan, sehingga mereka kurang termotivasi, cepat bosan, dan lelah. Untuk mengatasi hal tersebut pendidik dapat melakukan berbagai inovasi pembelajaran, misalnya memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun individu, membuat puisi matematika dan peserta didik mendeklamasikannya di depan kelas secara bergantian, membuat syair lagu tentang materi matematika, memberikan permainan di kelas, dan sebagainya tergantung kreativitas pendidik.
Mensinergikan hubungan pendidik, peserta didik dan orangtua.
Diakui atau tidak, banyak orangtua kurang memperhatikan perkembangan dan kesulitan belajar anak di kelompok belajar. Orangtua tidak mau tahu perkembangan belajar anak-anaknya, yang penting nilainya bagus. Oleh karena itu sinergisitas hubungan antara pendidik-peserta didik, orangtua-anak dan anak, dan orangtua-pendidik di berbagai kesempatan perlu ditingkatkan. Orangtua memantau kesulitan belajar anaknya dengan cara berkonsultasi dengan pendidik secara rutin. Sebaliknya pendidik menginformasikan perkembangan peserta didik yang sebenarnya kepada orangtua.
Permainan matematika, Permainan dengan membentuk tim lebih baik daripada permainan yang dilakukan secara individu, mereka memberikan kesempatan pada teman-teman satu tim untuk saling membantu. Jika tim terdiri dari peserta didik yang mempunyai kemampuan berbeda dan dicampur, maka semuanya mempunyai kesempatan untuk sukses. Mayke dalam Sudono (2000 : 3) mengemukakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses pembelajaran terjadi, melalui permainan memberikan pengalaman belajar pada peserta didik.
Dalam suatu proses belajar mengajar terdapat dua unsur yang amat penting yaitu metode pembelajaran dan media pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, peserta didik dapat memanfaatkan seluruh alat inderanya. Pendidik berupaya untuk menimbulkan rangsangan/stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang dapat digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan (long term memori) sehingga dapat dengan mudah menerima dan menyerap pesan-pesan yang diberikan.
Banyak permainan yang dapat dijadikan sebagai media belajar, diantaranya:
a.       Perburuan/pencarian sesuatu dengan buku. Permainan ini mengajarkan perhitungan dan urutan nomor (pertama, kedua, ketiga, …). Idenya adalah anak-anak membacakan jawaban berupa sebuah kalimat atau dua kalimat atas pertanyaan yang diajukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Contoh pertanyaan ”Carilah halaman yang tiga puluh kurangnya dari tujuh puluh empat dan temukan kata ke-8 dalam paragraf ketiga dari akhir halaman”
b.      Mencari arah. Permainan ini dilakukan di luar ruangan dan menggunakan sebuah keset kaki dan masing-masing anak berpasang-pasangan. Salah satu anak dari setiap grup menggunakan penutup mata, sedangkan yang lainnya akan memberikan petunjuk arah untuk pasangannya seperti berapa langkah kaki untuk maju, mundur, ke kanan, atau ke kiri.
c.       Permainan papan.
Ada banyak permainan matematika dalam bentuk permainan papan, antara lain ular tangga, monopoli dan sebagainya.
d.      Melalui permainan rakyat misalnya permainan congklak atau dakon. Seorang guru sekolah dasar asal Bangli menjadi jawara dalam Festival Sains Indonesia dalam kompetisi guru Matematika dengan menggunakan dakon untuk menanamkan konsep Faktor Persekutuan Terbesar.
e.       Permainan jual-beli misalnya untuk mempelajari materi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
f.       Permainan berhitung menggunakan jari.
g.     
Permainan yang menggunakan kartu, khususnya terhadap pokok bahasan pecahan. Konsep yang dapat dipahami yaitu mengenal berbagai bentuk pecahan (pecahan biasa dan pecahan desimal), pecahan senilai, menjumlahkan pecahan, serta membandingkan nilai pecahan (lebih dari dan kurang dari). Alat permainan yang dimaksud berupa kartu-kartu yaitu domino pecahan dan kartu pecahan. Domino pecahan dimainkan seperti domino biasa yaitu menyusun angka-angka pecahan yang senilai. Sedangkan Kartu pecahan dimainkan seperti kartu joker. Untuk mempermudah pemahaman peserta didik terhadap permainan materi pecahan dipersiapkan juga daftar angka-angka pecahan (pecahan biasa dan pecahan desimal).
 Setelah pendidik menjelaskan materi pelajaran, peserta didik diarahkan untuk melaksanakan permainan. Kemudian peserta didik melaksanakan permainan sesuai dengan petunjuk pada permainan. Di akhir permainan ada pemberian hukuman/penghargaan sesuai dengan kesepakatan bersama.
Selanjutnya pendidik dapat memberikan soal-soal latihan ataupun tugas mandiri dan tes penilaian hasil belajar untuk mengetahui daya serap peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan.
h.      Permainan menebak tanggal lahir orang lain. Caranya: mintalah ia mengalikan tanggal lahirnya dengan 5; hasilnya lalu ditambahkan dengan 6; kemudian hasilnya dikalikan dengan 4; hasilnya lalu ditambahkan dengan 9; kemudian dikalikan dengan 5 dan hasilnya tambahkan dengan bulan kelahirannya (Januari=1, Februari=2, dst); selanjutnya mengurangkan hasilnya dengan 165 untuk memperoleh hasilnya.
i.        Permainan komputer online. Para peneliti di London, Inggris, meyakini games seperti World of Warcraft dan Second Life dapat digunakan sebagai sarana edukasi.
Belajar matematika melalui permainan dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta didik serta menepis anggapan matematika itu sulit dan menyeramkan bahkan sebaliknya, belajar matematika itu mudah dan menyenangkan. Untuk itu, dituntut kreativitas pendidik dalam menyajikan/menyampaikan materi. Tak kalah pentingnya bagi orangtua agar turut berperan membantu anaknya belajar dengan cara yang menyenangkan.




















0 komentar:

Posting Komentar