Upaya
Menghilangkan Kesan bahwa Matematika adalah Sulit
ARTIKEL
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Masalah Pendidikan Matematika
yang diampu oleh Drs.H. Karso, M.Pd.
disusun oleh
:
Arum Rohmasari (0901963)
Astri jayanti (0900511)
Siti syahrotun (0904077)
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Upaya Menghilangkan Kesan bahwa Matematika adalah
Sulit
Lalu
apakah yang membuat matematika itu terlihat sulit bagi mereka?
Sebelum
membahas mengenai hal di atas, konon dahulu ada seorang ulama besar yang pernah
mengatakan, mengapa seseorang takut untuk tidur bersama mayat satu malam saja,
padahal mayat itu tidak akan bangun dan tidak akan mencekik dirinya? Rasa takut
ini (yaitu takut bahwa mayat itu akan bangun dan mencekik orang yang berada di
dekatnya) sebenarnya adalah rasa takut yang terbentuk dalam diri manusia.
Karena sejak kecil ada sebuah keyakinan yang tidak benar dalam diri orang
tersebut bahwa dia takut untuk sendirian di dekat mayat seseorang yang telah
meninggal. Rasa takut ini, tentunya tidak terjadi begitu saja, tetapi boleh
jadi orang tua, keluarga, bahkan lingkungan juga memiliki persepsi yang sama
akan rasa takut ini.
Cerita
di atas, adalah contoh bagaimana persepsi pemikiran seseorang membentuk rasa
takut atas sesuatu. Padahal sesuatu itu tidak perlu ditakuti karena memang
tidak akan membahayakan atau menyulitkan. Nah proses terjadinya rasa takut
inilah yang menurut penulis terjadi pada diri siswa di Indonesia terhadap
matematika. Mereka menyangka bahwa matematika itu sulit, padahal pada
kenyataannya belum tentu demikian (meskipun bagi sebagian orang mungkin memang
sulit) asalkan mereka mau mencoba mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
Ketika
siswa sudah punya keyakinan dalam hati dan fikirannya bahwa matematika itu
sulit, maka matematika akan benar-benar terasa sulit. Akibatnya mereka tidak
hanya akan kesulitan dalam mempelajari matematika, tetapi juga akan mencoba
membuat harapan yang rendah terhadap hasil tesnya (misalkan, kalau pelajaran
matematika dapat nilai 6 juga sudah bagus). Belum lagi ditambah oleh pandangan
dari orang tua, guru, bahkan lingkungan yang menyatakan bahwa matematika itu
sulit. Akibatnya bagi mereka (para siswa) matematika akan benar-benar terasa
sulit.
Hal
senada diungkap oleh seorang ahli pendidikan barat yang menyatakan bahwa ada
rasa takut akan matematika, rasa takut tersebut mendekam dalam pikiran (Buxton,
1984:1). Masih menurut Buxton, rasa takut ini terjadi dikarenakan adanya Mind
in Chaos (Buxton, 1984:85), yaitu suatu kesan negatif yang dibiarkan terjadi
sejak mereka masih kecil bahwa matematika itu sulit yang pada akhirnya
menjadikan mereka sampai dewasa berfikiran bahwa matematika sulit dan
menakutkan.
Lalu,
ada juga yang beranggapan bahwa matematika itu terasa sulit dan menakutkan karena
di pengaruhi beberapa faktor diataranya :
1. Faktor internal:
a.
Minat – Matematika memang memiliki sesuatu
yang berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Secara normal, ketika kita
belajar matematika maka secara otomatis banyak sekali berinteraksi dengan
angka-angka dibanding dengan kata. Nah, bagi anak yang tidak memiliki kecerdasan
logic-mathematics hal ini merupakan sesuatu yang sangat membosankan sehingga
mengurangi minat mereka untuk belajar. Sehingga dibutuhkan cara yang tepat
supaya mereka tertarik untuk belajar terutama bidang studi matematika.
b.
Motivas yang lemah – Belajar Matemtika
bukanlah sesuatu yang sulit seperti membuat roket, tetapi juga bukan sesuatu
yang gampang seperti membalikan telapak tangan. Semudah-mudahnya, tetap saja
dibutuhkan proses belajar untuk bisa menguasainya. Butuh waktu, butuh energi
dan lain sebagainya untuk bisa menguasainya. Nah, sebagian siswa enggan
melewati proses ini disebabkan oleh motivasi yang lemah.
c.
Kesadaran tentang pentingnya belajar matematika. Ini adalah
sesuatu yang lazim. Ketika seseorang tidak memahami atau menyadari manfaat
sesuatu, maka ia tidak akan terdorong untuk melakukan sesuatu tersebut. Begitu juga pada saat belajar matematika. Jika
mereka tidak menyadari akan manfaatnya, maka biasanya mereka juga tidak akan
termotivasi untuk belajar matematika, sehingga untuk mengatasi masalah ini
perlu diberikan penyadaran kepada setiap siswa akan pentingnya belajar
matematika bagi kehidupan mereka kelak.
Dan
masih banyak faktor-faktor internal yang lain yang membuat mereka takut dan
kesulitan untuk belajar matematika. Sehingga menghambat mereka untuk bisa
menguasai matematika dengan baik.
2. Faktor eksternal:
a.
Guru yang kurang bersahabat. Ketika ditanya
pada para siswa, mengapa mereka malas belajar matematika? sebagian besar dari
mereka menjawabnya dengan enteng, Gurunya tidak enak..! Gurunya
pemarah! membosankan!. Dan banyak alasan lain yang semuanya
ditumpukan kepada guru. Penilaian mereka ini bisa saja benar dan bisa saja
salah. Tetapi, terlepas benar atau salahnya penilaian mereka setidaknya ini
perlu menjadi pertimbangan bagi kita untuk bisa menjadi guru yang menyenangkan
pada saat menyampaikan materi pelajaran di kelas, terutama ketika belajar
matematika.
b.
Metode penyampaian yang kurang tepat.
Oleh karena itu, setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka perlu bagi
setiap guru untuk menyajikan proses belajar matematika dengan cara yang tepat. Selain
itu, setiap Guru juga perlu mengemas proses belajar matematika dengan baik.
Perlu disajikan dengan cara yang mudah dan mereka sukai. Faktor ini juga
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mood para siswa dalam belajar
matematika. Biasanya, jika metode yang kita gunakan menyenangkan, maka mereka
juga akan senang untuk belajar termasuk belajar matematika.
c.
Kurangnya pemberian motivasi. Seperti yang
kita tahu, motivasi belajar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil
belajar matematika. Walaupun pendapat saya ini perlu dibuktikan dengan
penelitian ilmiah.
d.
Kurangnya pemberian penyadaran bahwa belajar matematika itu penting
bagi kehidupan setiap manusia. Hampir setiap sisi
kehidupan kita selalu berhubungan dengan matematika. Ketika kita ingin membeli
sesuatu, maka matematika punya peran disana. Atau kita ingin membangun sebuah
rumah untuk tempat tinggal kita, maka matematika juga punya tempat disana. Jadi,
belajar matematika menjadi sangat penting bagi setiap kita karena seringkali ia
kita butuhkan dalam setiap sisi kehidupan kita. Nah, hal ini perlu diangkat
dalam proses pembelajaran matematika supaya tercipta kesadaran pada setiap
siswa bahwa belajar matematika sangat penting bagi mereka dan sangat bermanfaat
bagi kehidupan mereka dimasa depan.
Lalu,
bagaimanakah solusi dari setiap masalah diatas? Baik masalah yang bersumber
dari diri pelajarnya sendiri maupun masalah yang berasal dari luar.
Banyak
orang bilang belajar matematika itu sulit, membingungkan, bikin pusing kepala, pokoknya
alasannya ada saja. Tapi tidak sedikit orang juga sukses belajar matematika
bahkan mereka menjadi tokoh yang menginspirasi dunia. Ketika kita berbicara “Belajar
Matematika”, kita sudah mengenal sejak usia dini. Pada saat
TK, kita mulai dikenalkan dengan angka-angka dan perhitungan sangat sederhana
yang tak lebih dari jumlah jari. Saat SD makin rumit, meningkat lagi
operasi pengurangan, penambahan, perkalian dan pembagian. Kemudian SMP,
SMA bahkan sampai Kuliah menjadi beragam sekali.
Belajar
matematika itu menyenangkan, Menurut Djamarah
(2002), belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua
unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan
proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan
itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa akibat masuknya kesan-kesan
yang baru sehingga membawa perubahan tingkah laku seseorang. Dengan demikian
belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan Hudojo (1988:3) mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan
ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya
deduktif. Hal tersebut berdampak pada terjadinya proses belajar matematika.
Belajar
matematika itu menyenangkan merupakan salah satu aspek yang ingin diwujudkan
melalui metode PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan). Agar proses belajar matematika dapat berlangsung menyenangkan,
ada beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan atau persepsi negatif
terhadap matematika yaitu:
1. Pembelajaran
matematika dikemas dengan berorientasi pada lingkungan sekitar. Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan adalah RME (Realistic Mathematic Education)
yaitu dengan mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai
aktivitas peserta didik. Peserta didik diajak berpikir cara menyelesaikan
masalah yang pernah dialaminya, misalnya tentang uang jajannya, jadwal
keberangkatan kereta api, dan lain-lain.
2. Pembelajaran
di luar ruangan.
Pembelajaran di luar ruangan
merupakan variasi strategi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan
lingkungan sekitar secara langsung, sekaligus menggunakannya sebagai sumber
belajar. Pilihlah topik yang sesuai, misalnya mengukur tinggi pohon, diameter
pohon, panjang daun, menghitung jumlah kendaraan yang lewat dan lain
sebagainya.
3. Menuntaskan
materi.
Ada keyakinan sebagian filosof dan
pakar pendidikan bahwa “peserta didik lebih baik mempelajari sedikit materi
sampai tuntas daripada belajar banyak namun dangkal”. Jadi, pendidik harus
berupaya menuntaskan peserta didik dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya
agar tidak terjadi miskonsepsi yang akan membelenggu peserta didik dalam
belajar matematika.
4. Belajar
sambil bermain.
Bagi kebanyakan peserta didik,
belajar matematika merupakan beban berat dan membosankan, sehingga mereka
kurang termotivasi, cepat bosan, dan lelah. Untuk mengatasi hal tersebut
pendidik dapat melakukan berbagai inovasi pembelajaran, misalnya memberikan
kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun
individu, membuat puisi matematika dan peserta didik mendeklamasikannya di
depan kelas secara bergantian, membuat syair lagu tentang materi matematika,
memberikan permainan di kelas, dan sebagainya tergantung kreativitas pendidik.
Mensinergikan
hubungan pendidik, peserta didik dan orangtua.
Diakui atau
tidak, banyak orangtua kurang memperhatikan perkembangan dan kesulitan belajar
anak di kelompok belajar. Orangtua tidak mau tahu perkembangan belajar
anak-anaknya, yang penting nilainya bagus. Oleh karena itu sinergisitas
hubungan antara pendidik-peserta didik, orangtua-anak dan anak, dan
orangtua-pendidik di berbagai kesempatan perlu ditingkatkan. Orangtua memantau
kesulitan belajar anaknya dengan cara berkonsultasi dengan pendidik secara
rutin. Sebaliknya pendidik menginformasikan perkembangan peserta didik yang
sebenarnya kepada orangtua.
Permainan matematika,
Permainan dengan membentuk tim lebih baik daripada permainan yang dilakukan
secara individu, mereka memberikan kesempatan pada teman-teman satu tim untuk
saling membantu. Jika tim terdiri dari peserta didik yang mempunyai kemampuan
berbeda dan dicampur, maka semuanya mempunyai kesempatan untuk sukses. Mayke
dalam Sudono (2000 : 3) mengemukakan bahwa belajar dengan bermain memberi
kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri,
bereksplorasi, mempraktikkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses pembelajaran
terjadi, melalui permainan memberikan pengalaman belajar pada peserta didik.
Dalam suatu
proses belajar mengajar terdapat dua unsur yang amat penting yaitu metode pembelajaran
dan media pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran tertentu akan
mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Agar proses belajar mengajar
dapat berhasil dengan baik, peserta didik dapat memanfaatkan seluruh alat
inderanya. Pendidik berupaya untuk menimbulkan rangsangan/stimulus yang dapat
diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang dapat
digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan
informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan (long
term memori) sehingga dapat dengan mudah menerima dan menyerap pesan-pesan
yang diberikan.
Banyak permainan
yang dapat dijadikan sebagai media belajar, diantaranya:
a. Perburuan/pencarian
sesuatu dengan buku. Permainan ini mengajarkan perhitungan dan urutan nomor
(pertama, kedua, ketiga, …). Idenya adalah anak-anak membacakan jawaban berupa
sebuah kalimat atau dua kalimat atas pertanyaan yang diajukan sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang diberikan. Contoh pertanyaan ”Carilah halaman yang tiga
puluh kurangnya dari tujuh puluh empat dan temukan kata ke-8 dalam paragraf
ketiga dari akhir halaman”
b. Mencari
arah. Permainan ini dilakukan di luar ruangan dan menggunakan sebuah keset kaki
dan masing-masing anak berpasang-pasangan. Salah satu anak dari setiap grup
menggunakan penutup mata, sedangkan yang lainnya akan memberikan petunjuk arah
untuk pasangannya seperti berapa langkah kaki untuk maju, mundur, ke kanan,
atau ke kiri.
c. Permainan
papan.
Ada banyak permainan matematika
dalam bentuk permainan papan, antara lain ular tangga, monopoli dan sebagainya.
d. Melalui
permainan rakyat misalnya permainan congklak atau dakon. Seorang guru sekolah
dasar asal Bangli menjadi jawara dalam Festival Sains Indonesia dalam kompetisi
guru Matematika dengan menggunakan dakon untuk menanamkan konsep Faktor
Persekutuan Terbesar.
e. Permainan
jual-beli misalnya untuk mempelajari materi penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian.
f. Permainan
berhitung menggunakan jari.
g.
Permainan yang
menggunakan kartu, khususnya terhadap pokok bahasan pecahan. Konsep yang dapat
dipahami yaitu mengenal berbagai bentuk pecahan (pecahan biasa dan pecahan
desimal), pecahan senilai, menjumlahkan pecahan, serta membandingkan nilai
pecahan (lebih dari dan kurang dari). Alat permainan yang dimaksud berupa
kartu-kartu yaitu domino pecahan dan kartu pecahan. Domino pecahan dimainkan
seperti domino biasa yaitu menyusun angka-angka pecahan yang senilai. Sedangkan
Kartu pecahan dimainkan seperti kartu joker. Untuk mempermudah pemahaman
peserta didik terhadap permainan materi pecahan dipersiapkan juga daftar angka-angka
pecahan (pecahan biasa dan pecahan desimal).
Setelah pendidik menjelaskan materi
pelajaran, peserta didik diarahkan untuk melaksanakan permainan. Kemudian
peserta didik melaksanakan permainan sesuai dengan petunjuk pada permainan. Di
akhir permainan ada pemberian hukuman/penghargaan sesuai dengan kesepakatan
bersama.
Selanjutnya pendidik dapat
memberikan soal-soal latihan ataupun tugas mandiri dan tes penilaian hasil
belajar untuk mengetahui daya serap peserta didik terhadap materi yang telah
disampaikan.
h. Permainan
menebak tanggal lahir orang lain. Caranya: mintalah ia mengalikan tanggal
lahirnya dengan 5; hasilnya lalu ditambahkan dengan 6; kemudian hasilnya
dikalikan dengan 4; hasilnya lalu ditambahkan dengan 9; kemudian dikalikan
dengan 5 dan hasilnya tambahkan dengan bulan kelahirannya (Januari=1,
Februari=2, dst); selanjutnya mengurangkan hasilnya dengan 165 untuk memperoleh
hasilnya.
i.
Permainan komputer
online. Para peneliti di London, Inggris, meyakini games seperti World of
Warcraft dan Second Life dapat digunakan sebagai sarana edukasi.
Belajar
matematika melalui permainan dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta
didik serta menepis anggapan matematika itu sulit dan menyeramkan bahkan
sebaliknya, belajar matematika itu mudah dan menyenangkan. Untuk itu, dituntut
kreativitas pendidik dalam menyajikan/menyampaikan materi. Tak kalah pentingnya
bagi orangtua agar turut berperan membantu anaknya belajar dengan cara yang
menyenangkan.
0 komentar:
Posting Komentar